-->

“PERAN PEREMPUAN MELALUI KONGRES ULAMA PEREMPUAN INDONESIA (KUPI) DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN DAN KESETARAN PEREMPUAN”



Oleh: Desi Rahmah Sari 

Perjuangan memerdekakan keadilan hak wanita tidak terlepas dari pengaruh islam yang bertolak balik dengan kepercayaan dijaman praislam, karena pada kala itu wanita dikira selalu pembawa malapetaka serta dikucilkan keberadaanya. Peraturan serta hukum di dunia saat sebelum abad ke-20 ataupun pada jaman jahiliyah didasarkan pada gagasan ataupun konsep lelaki, sebab tipe kelaminnya, lebih mulia daripada wanita. Serta wanita diciptakan semata-mata buat kemanfaatan serta kepentingan lelaki.  

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pemimpin berarti orang yang mengetuai. Dalam Bahasa Arab, pemimpin diucap qowamun yang tidak hanya bermakna pemimpin, kata ini pula berarti pelindung ataupun pendidik. Implementasi dari ayat (QS. al-Hujurat [49]: 13); serta (QS. an-Nahl [16]: 97), Rasulullah dalam menggambarkan wanita selaku wujud yang aktif, sopan, serta terpelihara akhlaknya. Pada Waktu Rasulullah hidup, banyak wanita yang aktif berdiskusi di masjid, serta meriwayatkan ribuan hadis. Dalam Alquran, figur sempurna seseorang muslimah disimbolkan selaku individu yang mempunyai kemandirian politik, 

1. Al-istiqlal al-siyasah (QS. al-mumtahanah [60]:12);

2. Figur ratu balqis yang mengetuai kerajaan superpower (’arsyun ’azhim) (QS. Al-naml [27]:23); 

3. Memiliki kemandirian ekonomi, Al-istiqlal al-iqtishadi (QS. Al-nahl [16]: 97);

4. Figur wanita pengelola peternakan dalam cerita nabi musa di madyan (QS. Al-qashash, [28]:23); 

5. Perempuan yang telah menikah, mempunyai kemandirian dalam memastikan opsi individu al-istiqlal al-syakhshi yang diyakini kebenarannya, sekalipun berhadapan dengan suami (QS. Al-tahrim [66]:11); ataupun 

6. Menentang komentar orang banyak (public opinion) untuk wanita yang belum menikah (QS. Al-tahrim, [66]:12). 

Dalam perkembangan islam sendiri wanita ditinggikan derajatnya, serta disebutkan dalam fatwa suatu hadist gimana peran seseorang wanita sebagai berikut : 

Dari Mu’awiyah bin Haidah Angkatan Laut (AL) Qusyairi radhiallahu’ahu, dia bertanya kepada Nabi:

 يا رسولَ اللهِ ! مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ : قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أباك ، ثُمَّ الأَقْرَبَ فَالأَقْرَبَ 

“Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: ayahmu, lalu yang lebih dekat setelahnya dan setelahnya” (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, sanadnya hasan).

Didukung oleh paradigma Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia diterbitkan pertama kali usai Perang Dunia Kedua pada tahun 19488 atas nama Organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

 Dalam mukadimahnya dikatakan: 

“Masyarakat Perserikatan Bangsa-bangsa sekali lagi memproklamasikan keyakinan mereka kepada hak-hak asasi manusia dan status serta arti penting seorang manusia dan persamaan hak-hak lelaki dan perempuan.”

Sesungguhnya peran wanita merupakan berperan penting dalam peradaban, melaksanakan kegiatan dalam mengekspresikan dan mengutarakan pendapat, keahlian dalam pengembangan yang memudahkan setiap pekerjaan serta tidak cuma laki-laki yang bisa mengerjakan pekerjaan tersebut, wanita selaku madrasah utama untuk anak-anak. Wanita ditakdirkan dengan perasaan yang sensitif terhadap sesuatu perihal yang terjalin, sehingga tiap perinci yang terjalin wanita sanggup kritis dalam membantu pemecahan permasalahan, di indonesia sendiri dalam sejarah kemerdekaan atas hak wanita didasari bermacam rintangan semacam diskriminasi yang melarang wanita untuk berekspresi serta bertumbuh. Tetapi, karena terdapatnya perubahan yang membuat hak-hak kemanusiaan jadi keadilan untuk wanita. Sebagaimana didalam I pasal 1 kesepakatan Menimpa Penghapusan Seluruh Wujud Diskriminasi Terhadap Wanita (CEDAW) 18 Desember 1979 serta berlaku pada 3 September 1981. 

Pada bulan Juni 2007 tercatat 185 negara telah menandatangani konvensi ini, menjelaskan bahwa: “Diskriminasi terhadap perempuan berarti perbedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang berakibat atau bertujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, sipil atau apapun lainnya oleh perempuan atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan". Serta sebab terdapatnya ketentuan diatas hingga lahirlah peraturan tentang hak perempuan yang lain di indonesia yang pula menjadi sejarah perubahan perempuan dari ketertinggalan, serta walaupun penindasan terhadap wanita masih tidak asing terjalin hendak namun perempuan mempunyai kekuatan tidak menyerah begitu saja dalam meningkatkan keahlian diri dibidang pembelajaran pekerjaan serta masih banyak perempuan yang mempunyai peranan berarti dalam pertumbuhan dunia sampai saat ini. 

Dikutip dari blog Ensikopedi Digital Kupi membangun kembali, maka perlu waktu sosialisasi dan penguatan pada perempuan untuk mengubah mentalitasnya, untuk berpindah dari mentalitas moral bawahan, yang memposisikan perempuan untuk selalu di bawah perlindungan laki-laki menuju kepada posisi setara dan mau memberi, dirubah dari tradisi patriarkhal pada tradisi Islam yang lebih memuliakan pemberi dari yang diberi (yadul `ulya’ khoirun min yadis sufla) tanpa memandang jenis kelamin.

Yang sering kita bersama teliti dan mendengar ucapan ditengah masyarakat seringkali saat perempuan menempuh pendidikan adalah  “Untuk apa sekolah tinggi-tinggi nanti juga tetap di dapur”, pola fikir seperti ini adalah penyebab ketertinggalan karena secara logika di dapur bagi perempuan adalah sebuah bakat yang diasah bukan keharusan serba bisa semua menu, begitu pula seperti dibidang olahraga, seni dan lain-lain.

Lewat Kongres Ulama Wanita Indonesia (KUPI) awal di Pondok Pesantren Kebon Jambu Babakan Ciwaringin Cirebon, tahun 2017 selaku tonggak pergerakan ulama wanita dihadiri lebih dari 500 orang baik orang lokal, namun dihadiri 15 negeri yang lain dari segala daratan yang dilaksanakan pada 25-27 April 2017. 

Ada Pula dibentuknya Kongres ini mempunyai 4 tujuan utama, ialah :

1. Mengakui serta mengukuhkan keberadaan serta kedudukan ulama wanita dalam kesejarahan Islam serta bangsa Indonesia; 

2. Membuka ruang pejumpaan para ulama wanita tanah air serta dunia buat berbagi pengalaman tentang kerja-kerja pemberdayaan wanita serta keadilan sosial dalam rangka membumikan nilai-nilai keislaman, kebangsaan serta kemanusiaan; 

3. Membangun pengetahuan bersama tentang keulamaan wanita serta kontribusinya untuk kemajuan wanita serta peradaban umat manusia; 

4. Merumuskan fatwa serta pemikiran keagamaan ulama wanita Indonesia tentang isu-isu kontemporer dalam perspektif Islam rahmatan lil alamin. 

Kedudukan wanita saat ini tidak cuma di rumah saja, tetapi kebebasan buat turut berpartisipasi dalam pengembangan hak wanita serta kedudukan wanita yang sangat berperan penting dalam peradaban di dunia, “Hari ibu diperingati selaku momentum buat mengenang serta menghargai semangat serta perjuangan kalangan wanita dari bermacam latar balik dalam pergerakan merebut, menegakkan, serta mengisi kemerdekaan selaku perwujudan kedudukan dan wanita dalam proses pembangunan bangsa. Peringatan Hari ibu dimaksudkan buat tetap menegaskan kepada segala rakyat Indonesia paling utama generasi muda, hendaknya Hari Ibu selalu diperingati sebagai hari kebangkitan serta persatuan dan kesatuan perjuangan kalangan wanita yang tidak terpisahkan dari kebangkitan perjuangan bangsa,” tutur Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). 

Sedangkan Pimpinan DWP Undip Asih Budiastuti Yos Johan mengutarakan “Dikala ini wanita telah berdaya, telah lebih leluasa Tetapi yang butuh diingat, jangan melampaui batasan serta terus menjunjung besar nilai kewanitaan”. (Ul, Diskominfo Jateng) tidak hanya itu, bentuk penghormatan Islam terhadap wanita hingga dalam perihal berteman berhias, serta berpakaian, kesemuanya itu dilihat dalam al-Qur’an. 

Islam menjunjung besar kesetaraan dengan memposisikan wanita selaku makhluk yang mempunyai tempat yang sama di hadapan Tuhan (tidak terdapat perbandingan antara laki-laki serta wanita leluasa berekspresi buat menegakkan nilai islam pada kehidupan dan berdakwah, karena ulama wanita jadi tonggak peradaban islam yang hingga saat ini berperan penting dalam nilai agama serta kehidupan. Tidak terdapat pembeda ulama wanita serta laki-laki sepanjang di jalan yang benar serta menjajaki syariat-syariat islam, serta seluruh manusia mempunyai hak dalam mengekspresikan perihal positif tidak cuma di rumah tetapi pula untuk banyak orang.


0 Response to "“PERAN PEREMPUAN MELALUI KONGRES ULAMA PEREMPUAN INDONESIA (KUPI) DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN DAN KESETARAN PEREMPUAN”"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel